Biografi Tokoh Sosiologi & Politik
TOKOH-TOKOH
SOSIOLOGI
1. AUGUSTE COMTE (1798 - 1857)
August
Comte atau juga Auguste Comte (Nama lengkap : Isidore Marie Auguste François
Xavier Comte, lahir di Montpellier, Prancis, 17 Januari 1798 - meninggal di
Paris, Prancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun dan dimakamkan di Cimetière
du Père Lachaise.) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai
"bapak sosiologi". Dia dikenal sebagai orang pertama yang
mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Istilah “sosiologi” pertama
kali digunakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte. Sebelumnya Comte menggunakan
istilah “fisika sosial” yang sudah digunakan oleh Adolphe Quetelet, ahli
matematika dari Belgia, untuk menunjuk studi statistika tentang gejala moral
(1836), sehingga Comte nengubahnya menjadi “sosiologi” untuk menandakan ilmu
pengetahuan masyarakat yang baru.
Menurut
Comte sosiologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat positif yang
mempelajari gejala-gejala dalam masyarakat yang didasarkan pada pemikiran yang
bersifat rasional dan ilmiah.
Riwayat Hidup Auguste Comte
Auguste
Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama
khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole
Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena
banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak. Politeknik École saat itu terkenal dengan
kesetiaannya kepada idealis republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun
1818, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan
École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier.
Comte
akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang
matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh dengan
suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon (Claude Henri de Rouvroy, Comte
de Saint-Simon) yang mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya yang kemudian
membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek.
Kehidupan
ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidup dalam kemiskinan karena ia
tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana
pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Ia
kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan,
kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit
jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan
oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun
sayangnya, ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum
diketahui. Saat-saat diantara pengerjaan kembali rencananya sampai pada
perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie
Positivistic dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah
System of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan
hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di
karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya
agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam
mencapai suatu masyarakat positifis.
Sejak tahun 1844, Comte menjalin
kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Setelah
Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama setelahnya,
Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari
"agama kemanusiaan" (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang
berjudul Système de politique positive (1851 - 1854).
Comte hidup pada masa akhir
revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang tersusun
secara berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya
Keteraturan Sosial. Pada tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan
dan kemiskinan namun demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena
kegemilangan pikiran serta gagasannya.
2.
HERBERT
SPENCER (1820 - 1903)
Herbert Spencer (27 April 1820 –
8 Desember 1903) adalah seorang filsuf Inggris dan seorang pemikir teori
liberal klasik terkemuka. Meskipun kebanyakan karya yang ditulisnya berisi
tentang teori politik dan menekankan pada "keuntungan akan kemurahan
hati", dia lebih dikenal sebagai “bapak Darwinisme sosial”. Spencer
seringkali menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi, ia juga menjelaskan
definisi tentang "hukum rimba" dalam ilmu sosial. Dia berkontribusi
terhadap berbagai macam subyek, termasuk etnis, metafisika, agama, politik,
retorik, biologi dan psikologi. Spencer saat ini dikritik sebagai contoh
sempurna untuk scientism atau paham ilmiah, sementara banyak orang yang kagum
padanya di saat ia masih hidup.
Menurutnya, objek sosiologi yang
pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan industri.
Termasuk pula asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, pelapisan sosial,
sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian
dan keindahan. Pada tahun 1879 ia mengetengahkan sebuah teori tentang Evolusi
Sosial yang hingga kini masih dianut walaupun di sana sini ada perubahan. Ia
juga menerapkan secara analog (kesamaan fungsi) dengan teori evolusi karya
Charles Darwin (yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera) terhadap
masyarakat manusia. Ia yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat
primitif ke masyarakat industri. Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan
analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu
organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
Menurut Spencer, masyarakat
adalah organisme dalam artian positivistis dan deterministis, tidak dalam
artian metaforis. Sebagai suatu organisme, mesyarakat berdiri sendiri dan
berevolusi sendiri lepas dari kemauan dan tanggung jawab anggotanya, dan
dibawah kuasa suatu hukum. Fungsi penyelaras dan pemersatu yang di dalam badan
dilaksanakan oleh urat, di dalam badan sosial dilaksanakan oleh sistem
pemerintahan.
Berdasarkan ciri-cirinya, Spencer
mengelompokan masyarakat ke dalam dua tipe umum, yaitu masyarakat militeristis
dan masyarakat indusri. Kedua tipe ini bersifat ideal. Dikatakan demikian
karena didalam kenyataan tidak ada masyarakat yang melulu militeristis dan
melulu industri. Spencer beranggapan, bahwa kegiatan pokok suatu masyarakat
mempengaruhi bahkan menentukan corak semua pranatanya. Evolusi dari keadaan
militristis ke arah industri terjadi di seluruh dunia.
Dalam masyarakat militeristis
orang bersikap agresif. Mereka lebih suka merampas atau menjarah saja daripada
bekerja kerasuntuk memenuhi kebutuhan mereka. Tipe masyarakat seperti ini
dipimpin oleh orang yang kuat dan mahir berperang. Dengan tangan besi dan
senjata, serta melalui takhayul, ia mempertahankan kekuasaannya. Kekuatan fisik
dipandang sebagai nilai budaya yang tinggi, sehingga kaum wanita memiliki
status yang rendah. Mereka dipaksa bekerja keras. Penguasa menggenggam
kekuasaan yang absolut menimbulkan dan menebarkan ketakutan ke seluruh lapisan
masyarakat, sehingga mudah untuk dikendalikan. Ketakutan akan roh-roh membuat
mereka menyembah pada leluhur. Kultus leluhur ini berevolusi menjadi
politheisme, kemudian monotheisme. Jadi, dalam masyarakat militeristis,
ketakutan pada orang mati mendasari kekuasaan politik. Kerjasama antar-anggota
masyarakat terjadi karena paksaan dan ketakutan.
Masyarakat industri adalah
masyarakat dimana kerja produktif dengan cara damai diutamakan daripada
ekspedisi-ekspedisi perang. Kata “industri” yang digunakan Spencer tidak
mengacu pada “teknologi” atau “rasionalisasi proses kerja”, melainkan dalam
arti kerja sama spontan, bebas demi tujuan damai. Ciri-ciri masyarakat industri
adalah demokrasi, adanya kontrak kerja yang menggantikan sistem perbudakan,
kebebasan dalam memilih agama, dan adanya otonomi individu. Menurut Spencer,
evolusi masyarakat industri berkaitan dengan perubahan sedikit demi sedikit
sel-sel kelamin manusia. Ini disebut genetic determination (determinasi
genetik). Tepatnya, faktor biologis yang menentukan, bukan faktor kemauan yang
membudayakan manusia. Dengan denikian Spencer menolak apa yang disebut cultural
determination (determinasi budaya).
Biografi
Herbert Spencer
Spencer lahir di Derby, Inggris,
27 April 1820. ia tak belajar seni Humaniora, tetapi di bidang teknik dan
bidang utilitarian. Tahun 1837 ia mulai bekerja sebagai seorang insinyur sipil
jalan kereta api, jabatan yang di pegangnya hingga tahun 1846. Selama periode
ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri dan mulai menerbitkan karya
ilmiah dan politik. Tahun 1848 spenser ditunjuk sebagai redaktur the economis
dan gagasan intelektualnya mulai mantap. Tahun 1850 ia menyelesaikan karya
besar pertamanya, Social Statis. Selama menulis karya ini Spencer untuk pertama
kalinya mengalami insomnia (tidak bisa tidur) dan dalam beberapa tahun
berikutnya masalah mental dan fisiknya ini terus mengikat. Ia menderita
gangguan syaraf sepanjang sisa hidupnya.
Tahun 1853 Spencer menerima harta
warisan yang memungkinkan berhenti bekerja dan menjalani hidupnya sebagai
seorang sarjana bebas. Ia tak pernah memperoleh gelar kesarjanaan Universitas
atau memangku jabatan akademis. Karena ia makin menutup diri, dan penyakit
fisik dan mental semakin parah, produktifitasnya sebagai seorang sarjana makin
menurun. Akhirnya Spencer mencapai puncak kemasyuran tak hanya di inggris
tetapi juga reputasi internasional. Salah satu watak Spencer yang paling menarik
yang menjadi penyebab kerusakan intelektualnya adalah keengganannya membaca
buku orang lain. Dalam hal ini ia sama dengan tokoh sosioligi awal Auguste
Comte yang mengalami gangguan otak. Sebenarnya, jika ia membaca karya orang
lain, itu di lakukan hanya sekedar untuk menemukan pembenaran pendapatnya
sendiri. Ia mengabaikan gagasan orang lain yang tak mengakui gagasannya.
Demikianlah, Charles Darwin, pakar sezamannya. Berkata tentang Spencer “jika ia
mau melatih dirinya untuk mengamati lebih banyak, dengan resiko kehilangan
sebagian kekuatan berpikirnya sekalipun, tentulah ia telah menjadi seseorang
yang hebat” (Wiltshire, 1978;70). Pengabaiaan Spencer terhadap aturan ilmu
pengetahuan menyebabkan ia membuat serentetan gagasan kasar dan pernyataan yang
belum di buktikan kebenarannya mengenai evolusi kehidupan manusia. Karena
itulah sosiologi abad 20 menolak gagasan Spencer dan menggantinya dengan riset
ilmiah dan riset empiris yang tekun. Spencer meninggal 8 Desember 1903)
3.
ÉMILE
DURKHEIM (1858 - 1917)
David
Émile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu
pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah
universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang
diabdikan kepada ilmu sosial, L'Année Sociologique pada 1896.
Biografi
Émile Durkheim
Durkheim dilahirkan di Épinal,
Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis
yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali
sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa
fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun
demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya-banyak mahasiswa dan
rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah
dengannya.
Durkheim adalah mahasiswa yang
cepat matang. Ia masuk ke École Normale Supérieure pada 1879. Angkatannya
adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19 dan banyak teman
sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri Bergson kemudian menjadi tokoh besar
dalam kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar dibawah Fustel de
Coulanges, seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada
saat yang sama, ia membaca karya-karya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi,
Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal
kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem
akademik Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu.
Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat
kedua terakhir dalam angkatannya ketika ia menempuh ujian agrégation – syarat
untuk posisi mengajar dalam pengajaran umum – dalam ilmu filsafat pada 1882.
Minat Durkheim dalam fenomena
sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam Perang
Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang
sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik
sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang
memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam
posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik.
Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.
Seseorang yang berpandangan
seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh pengangkatan akademik yang penting di
Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama setahun di Jerman, ia
pergi ke Bordeaux pada 1887, yang saat itu baru saja membuka pusat pendidikan
guru yang pertama di Prancis. Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu sosial
(suatu posisi baru di Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem
sekolah Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya.
Kembali, kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta
sosial semata-mata membuat ia banyak dikritik.
Tahun 1890-an adalah masa kreatif
Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan “Pembagian Kerja dalam Masyarakat”,
pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan perkembangannya.
Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan Metode Sosiologis”, sebuah manifesto
yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun
mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada
1896 ia menerbitkan jurnal L'Année Sociologique untuk menerbitkan dan
mempublikasikan tulisan-tulisan dari kelompok yang kian bertambah dari
mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok mahasiswa
yang mengembangkan program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia
menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi kasus yang memberikan contoh tentang
bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.
Pada 1902 Durkheim akhirnya
mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia
menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas Prancis secara
teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah,
posisi ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar kuliah-kuliahnya wajib
diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah
Peristiwa Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat
kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi
dan mengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu
pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk Elementer dari
Kehidupan Keagamaan”.
Menurut Emile Durkheim sosiologi
adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta social, yakni fakta yang
mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada diluar individu
dimana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan yang mengendalikan individu.
4.
MAX
WEBER (1864 - 1920)
Maximilian Weber (lahir di
Erfurt, Jerman, 21 April 1864 – meninggal di München, Jerman, 14 Juni 1920 pada
umur 56 tahun) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman
yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara
modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama
dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang
paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat
Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber
berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang
berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya,
Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga
yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah
definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.
Menurut Weber sosiologi adalah
ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan social. Tindakan social adalah tindakan
yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang
lain
Biography
of Max Weber
Max Weber lahir di Erfurt,
jerman, 21 April 1864, berasal dari keluarga kelas menengah. Perbedaan penting
antara kedua orang tuanya berpengaruh besar terhadap orientasi intelektual dan
perkembangan psikologi Weber. Ayahnya seorang birokrat yang kedudukan
politiknya relatif penting, dan menjadi bagian dari kekuasaan politik yang
mapan dan sebagai akibatnya menjauhkan diri dari setia aktivitas dan idealisme
yang memerlukan pengorbanan diri atau yang dapat menimbuklkan ancaman terhadap
kedudukan dalam sistem. Lagipula sang ayah adalah seorang yang menyukai
kesenangan duniawi dan dalam hal ini, juga dalam berbagai hal lainnya, ia
bertolak belakang dengan istrinya. Ibu Max Weber adalah seorang Calvinis yang
taat, wanita yang berupaya menjalani kehidupan prihatin (ascetic) tanpa
kesenangan seperti yang sangat menjadi dambaan suaminya. Perhatiannya
kebanyakan tertuju pada aspek kehidupan akhirat. Ia terganggu oleh ketidak
sempurnaan yang dianggap pertanda bahwa ia tidak di takdirkan akan mendapat
keselamatan diakhirat. Perbedaan mendalam antara kedua pasangan ini menyebapkan
ketegangan perkawinan mereka dan ketegangan ini berdampak bersar pada Weber.
Karena tak mungkin menyamakan diri terhadap pembawaan orang tunanya yang
bertolak belakang itu. Weber kecil lalu berhadapan dengan suatu pilihan jelas
(Mariane Weber,1975;62) mula- mula ia memilih orientasi hidup ayahnya, tetapi
kemudian tertarik makin mendekati orientasi hidup ibunya. Apapun pilihan,
ketegangan yang dihasilkan kebutuhan memilih antara pola yang berlawanan ini
berpengaruh negatif terhadap kejiwaan Weber. Ketika berumur 18 tahun Weber
minggat dari rumah, belajar di Universitas Heildelberg, Weber telah menunjukkan
kematangan intelektual, tetapi ketika masuk Universitas ia masih tergolong
terbelakang dan pemelu dalam bergaul.
Semangat kerja tinggi ini
mengantarkan Weber menjadi Profesor ekonomi di universitas Heildelberg pada
1896. Pada 1897, ketika karir akademis Weber berkembang, ayahnya meninggal
setelah terjadi pertengkarang sengit antar mereka. Tak lama kemudian Weber
menunjukkan gejala yang berpuncak pada gangguan saraf. Tahun 1904 dan 1905 ia
menerbitkan salah satu terbaiknya, “the protestat Ethic and The Spirit of
Capitalsm”. Dalam karya ini Weber banyak menghabiskan waktu untuk belajar agama
meski secara pribadi ia tak religius.
Menjelang kematiannya (14 juni
1920)ia menulis karya yang sangat penting, “economy and Society”. Meski buku
ini di terbitkan, dan telah di terjemahkan dalam beberapa bahasa, namun buku
ini belum selesai. Selain menulis berjilid–jilid buku dalam periode ini, Weber
pun melakukan kegiatan lain, ia membantu mendirikan German Sociological Sosiety
di tahun 1910. Rumahnya dijadikan pusat pertemuan pakar berbagai cabang ilmu
termasuk sosiologi seperti George Simmel, Robert Michelis, dan saudara
kandungnya, Alfred, maupun filsuf dan kritikus sastra George Lukacs (Scaff,
1989;186-222). Weber pun aktif dalam aktifitas politik dan menulis tentang
masalah politik di masa itu. Ada ketegangan dalam kehidupan Weber dan, yang
lebih penting, dalam karyanya, dalam pemikiran birokratis seperti yang
tercermin oleh ayahnya dan rasa keagamaan ibunya. Ketegangan yang tak
terselesaikan ini meresapi karya Weber mauun kehidupan pribadinya.
Ia menyelesaikan pendidikannya
dibidang hukum, ekonomi, sejarah, filsafat dan teologi. Ia termasuk yang ikut
menyebarkan ilmu sosiologi yang dianggap masih muda diwaktu itu. Max Weber,
walaupun menguasai bidang politik namun ia tidak terlibat dalam aksi politik.
Ia mengarang buku Le Savant et le politique (ilmuan dan politik). Weber
menyatakan bahwa rasionalisasi kehidupan sosial menjadi ciri yang paling
signifikan pada masyarakat modern
5.
PROF. Dr. SELO SOEMARDJAN
Bergelar komplit Kanjeng Pangeran
Haryo Prof. Dr. Selo Soemardjan, terlahir di Yogyakarta, 23 Mei 1915 &
wafat di Jakarta terhadap 11 Juni 2003 kepada usia 88 thn ini dikenal juga
sebagai Bpk sosiologi Indonesia. Tidak Sedikit sekali buku acuan sosiologi
& anthropologi Indonesia bersumber atau berpegangan kepada buku-buku ia.
Nama Selo Soemardjan demikian kenthal dalam ingatan beberapa orang yg sempat
menuntut ilmu ilmu sosial & kebudayaan di Indonesia.
Dirinya yaitu pendiri sekaligus
Dekan mula-mula Fakultas Ilmu Wawasan Kemasyarakatan (sekarang FISIP-UI). Dirinya
dikenal teramat patuh aturan & senantiasa berikan teladan konkret. Dirinya
orang yg tak menyukai memerintah, namun berikan teladan. Hidupnya lurus,
bersih, & sederhana. Dia tokoh yg memerintah bersama teladan, layaknya
disampaikan pembisnis berhasil Soedarpo Sastrosatomo. Menurut Soedarpo,
integritas itu serta yg menciptakan mendiang Sultan Hamengku Buwono IX berpesan
terhadap putranya, Sultan Hamengku Buwono X supaya senantiasa mendengarkan &
meminta nasihat terhadap Selo jika berkaitan persoalan sosial kemasyarakatan.
Dirinya orang yg tak sempat berakhir berpikir & bertindak.
Beliau dibesarkan di lingkungan
abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden
Tumenggung Padmonegoro, ialah petinggi tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta.
Berkat jasa sang kakek, Soemardjan- demikian nama aslinya-mendapat pendidikan
Belanda.
Nama Selo ia peroleh sesudah jadi
camat di Kab Kulonprogo. Ini memang lah trick kusus Sultan Yogyakarta membedakan
nama petinggi cocok daerahnya masing-masing. Kala menjabat camat inilah dia
merasa memulai kariernya sbg sosiolog. "Saya yakni camat yg mengalami
penjajahan Belanda, masuknya Jepang, dilanjutkan bersama era revolusi.
Masalahnya tidak sedikit sekali," katanya sebuah dikala sama seperti
ditulis Kompas. Pengalamannya sbg camat menciptakan Selo jadi peneliti yg bisa
menyodorkan alternatif pemecahan beraneka ragam persoalan sosial dengan cara
jitu. Ini pun yg membedakan Selo bersama peneliti lain.
Juga
Sebagai ilmuwan, karya Selo yg telah dipublikasikan ialah Social Changes in
Yogyakarta (1962) & Kegiatan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian
terakhir Selo berjudul Desentralisasi Pemerintahan. Terakhir dia menerima
Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Kampus Gadjah Mada (UGM) kepada puncak
peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam
wujud piagam, lencana, & banyaknya duit.
Menurut
selo sosioogi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur social dan
proses-proses social termaksuk perubahan social.
6.
PROF.
Dr. PAULUS WIRUTOMO
Prof
Dr Paulus Wirutomo sosiolog & guru agung FISIP Kampus Indonesia. Cowok
kelahiran Solo, 29 Mei 1949, ini menamatkan sarjana sosiologi dari Kampus
Indonesia, 1976. Memperoleh S2 bagian Perencanaan Sosial dari University
College of Swansea Wales, Inggris, 1978 & S3 bagian Sosiologi Pendidikan
dari State University of New York at Albany, USA, 1986.
Ia
menjabat Ketua Departemen Sosiologi FISIP UI, 2005-2009 & Ketua Acara
Magister Manajemen Pembangunan Sosial Pascasarjana UI, 1997-sekarang. Jelasnya,
pembangunan sosial waktu ini tetap disalahpahami. Bagi pemerintah, pembangunan
sosial cuma dianggap yang merupakan bagian pembangunan saja. Meski faktor ini
tak sepenuhnya salah, tapi pula tak sanggup dibenarkan.
Pasalnya,
kata Paulus, pengertian pembangunan sosial yg benar itu lebih dari sekadar
pembangunan bidang. Dalam pembangunan sosial, mesti termuat peningkatan
hubungan & jalinan sosial dalam warga. Tidak Dengan berjalan mutu interaksi
sosial dari langkah pembangunan sosial yg diambil, susah menyampaikan adanya
pembangunan sosial. Tuturnya, bukan cuma pemerintah, tapi sebahagian agung kita
tetap mendalami pembangunan sosial itu sekadar charity yg tak membuahkan duit.
"Mengikuti logika pembangunan sosial yang merupakan bidang, sehingga
pembangunan sosial ini membutuhkan masukan berupa penyediaan budget, butuh
pembiayaan. & mengikuti pemahaman pembangunan sosial juga sebagai charity,
sehingga pembangunan sosial itu dianggap juga sebagai suatu langkah yg tak
membuahkan apa pula. Atau paling tak output-nya dinyatakan tak membuahkan
duit," katanya.
Bahkan,
menurut ahli sosiologi pendidikan itu, pendidikan, sama halnya bersama
kesehatan & agama yg pula dianggap pembangunan sosial, terkadang dianggap
sbg budget yg habis terpakai tidak dengan membuahkan duit. Padahal, ujarnya,
pembangunan pendidikan itu dapat membuahkan peningkatan mutu sumber daya
manusia. Sumber daya manusia yg meningkat inilah yg nantinya di harapkan bakal
jadi pendorong terjadinya peningkatan mutu jalinan sosial.
Paulus
amat risau bersama perjalanan bangsa yg mutu interaksi sosialnya kelihatannya
cuma jalan di area. Menurut Paulus, tidak sedikit bibit kreatif sumber daya
manusia yg sudah dimatikan oleh kebijakan nasional yg tak berpihak terhadap
bisnis kreatif. Padahal, bisnis kreatif ini sanggup memberikan sumbangan yg
teramat agung bagi kemajuan bangsa.
7.
ARIEF
BUDIMAN
Tidak Sedikit yg tak tahu bahwa
Arief Budiman merupakan kakak kandung dari Soe Hok Gie yg wafat dunia yang
merupakan tokoh pergerakan mahasiswa.
Lahir di Jakarta, 3 Januari 1941,
dilahirkan dgn nama Soe Hok Djin, yaitu satu orang aktivis demonstran Angkatan
'66 dengan bersama adiknya, Soe Hok Gie. Terhadap dikala itu beliau tetap jadi
mahasiswa Fakultas Psikologi Kampus Indonesia di Jakarta. Ayahnya seseorang
jurnalis yg bernama Soe Lie Piet. Sejak periode mahasiswanya, Arief telah aktif
dalam kancah politik Indonesia, dikarenakan dirinya ikut menandatangani
Manifesto Kebudayaan kepada th 1963 yg menentang kegiatan LEKRA yg dianggap
memasung kreativitas kaum seniman.
Kendati
ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap amat kritis kepada politik
pemerintahan di bawah Soeharto yg memberangus oposisi & seterusnya
diperparah bersama praktik-praktik korupsinya. Kepada pemilu 1973, Arief &
kawan-kawannya mencetuskan apa yg dinamakan Golput atau Golongan Putih, yang
merupakan tandingan Golkar yg dianggap membelokkan harapan awal Orde Baru buat
membuat pemerintahan yg demokratis.
Belakangan
Arief "mengasingkan diri" di Harvard & membawa gelar Ph.D. dalam
ilmu sosiologi pula posting disertasi berkenaan kesuksesan pemerintahan
sosialis Salvador Allende di Chili. Kembali dari Harvard, Arief mengajar di
UKSW (Kampus Kristen Satya Wacana) di Salatiga. Kala UKSW dilanda kemelut yg berkepanjangan
lantaran pemilihan rektor yg dianggap tak adil, Arief laksanakan berakhir
mengajar, dipecat & hasilnya hengkang ke Australia juga menerima penawaran
jadi profesor di Kampus Melbourne.
Terhadap
bln Agustus 2006, dirinya menerima penghargaan Bakrie Award, program tahunan yg
disponsori oleh keluarga Bakrie & Freedom Institute buat bagian penelitian
sosial. Pasca kerusuhan Mei 1998, dgn istri Leila Ch. Budiman bermukim &
mengajar di Kampus Melbourne, Australia.
TOKOH-TOKOH
POLITIK
1. RAMLAN SUBAKTI
Ramlan
Subakti lahir di Tanjung Merawa, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, 20 Juli 1953;
umur 62 tahun) adalah seorang akademisi sekaligus praktisi Pemilihan Umum
(Pemilu) yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU)
pada priode 2004-2007. Pada Pemilu 1999, Ramlan pernah pula menjadi anggota
Panwaslu Pusat, selanjutnya, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid,
Ramlan dipercaya menjadi anggota KPU.
Menurut
Ramlan Subakti politik adalah itenraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam
rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang
kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu
2.
PROF.
Dr (H.C) MIRIAM BUDIARDJO, M.A
Prof. Dr (H.C) Miriam Budiardjo,
M.A, lahir di Kediri tangal 20 Nopember 1923, meninggal di Rumah Sakit
Medistra, Jakarta, akibat menderita komplikasi pernapasan dan gagal ginjal.
Sejak 1 November 2006, perempuan diplomat pertama yang pernah bertugas di New
Delhi, India, dan Washington DC, Amerika Serikat (AS), itu sempat beberapa kali
dirawat inap di RSCM dan RS Medistra. Beliau, dimakamkan Selasa 9 Januari 2007
pukul 10.00 di TPU Giritama, Desa Tonjong, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Ibu Miriam,
meninggalkan seorang putri, Gitayana Prasodjo dan dua cucu. Suaminya,
Ali Budiardjo (mantan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan), berpulang
tahun 1999.
Semasa hidupnya, beliau banyak
memberikan kontribusi bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Sebelum penugasan
pada perwakilan RI di New Delhi, India (1948-1950), dalam rangka perjuangan
kemerdekaan, beliau diperbantukan pada Sekretariat Perundingan Linggarjati dan
Perundingan Renville. Kemudian beliau ditempatkan di Kedubes RI di Washington
(1950-1953) sebagai Sekretaris II sambil meneruskan studi pada Graduate School,
Georgetown University, dengan memperoleh MA dalam Ilmu Politik pada tahun 1955
dan mengikuti kuliah di Harvard University (1959-1961).
Beliau pernah menjabat sebagai
Pembantu Dekan I dan kemudian menjadi Dekan FISIP UI (1974-1979). Beliau juga
pernah menjabat sebagai Wakil Ketua I Komnas HAM (1993-1998). Pada tahun 1999,
beliau terpilih menjadi anggota Tim Sebelas (Tim Persiapan Komisi Pemilihan
Umum) dan anggota Panwaslu. Hingga di usiannya yang ke 81, beliau masih memberi
kuliah di beberapa perguruan tinggi antara lain Program Studi Kajian Ilmu
Kepolisian, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia dan Jurusan Ilmu Ilmu
Politik (FISIP-UI).
Beberapa karyanya yang pernah
diterbitkan di antaranya adalah Dasar-dasar Ilmu Politik; Perkembangan Ilmu
Politik di Indonesia; Demokrasi di Indonesia; Menggapai Kedaulatan untuk
Rakyat; Partisipasi dan Partai Politik; Masalah Kenegaraan; Simposium
Kapitalisme; Sosialisme; dan Demokrasi; Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan
Wibawa; dan Teori-teori Politik Dewasa ini. Ibu Miriam pernah memperoleh tiga
tanda jasa, yaitu Bintang Jasa Utama pada tahun 1975 untuk pengabdian kepada
Republik Indonesia selama masa perjuangan kemerdekaan; Bintang Mahaputera Utama
pada bulan Agustus 1998, dan Bintang Jasa Utama pada bulan Agustus 1999 atas
pengabdiannya sebagai Anggota Tim Sebelas (Tim Persiapan Komisi Pemilihan
Umum).
Menurut Miriam politik adalah
bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan
tujuan itu. Menurutnya politik membuat konsep-konsep pokok tentang Negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision marking),
kebijaksanaan (policy of beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi
(allocation).
3.
SOEMATRI
BRODJONEGORO
Soematri
Brodjonegoro lahir di Semarang pada tanggal 3 Juni 1926 adalah anak dari Prof.
Drs. R. Soetedjo Brodjonegoro, seorang guru HIS di Semarang yang kemudian
diangkat menjadi Kepala Sekolah HIS di Solo dan guru besar Fakultas Sastra dan
Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Pada 1933, di usia 7 tahun, memasuki SD,
Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) di Semarang. Tahun 1945 berhasil
menyelesaikan pendidikan tingkat SMA Bagian B di Yogyakarta.
Sesuai
dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya, melanjutkan pendidikannya ke
Technische Hoogeschool (THS) Bandung.Tidak lama dapat mengikuti kuliah, karena
Revolusi Fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang memanggil dirinya guna
ikut serta berjuang. Dalam masa Perang Kemerdekaan itu, ia pernah menjadi
Ajudan Kolonel A.H. Nasution yang ketika itu menjadi Panglima Komando Jawa.
Setelah perang kemerdekaan berakhir ia mendapat kesempatan melanjutkan
pelajaran di Technische Hoogeschool Delft (sekarang Universitas Teknik Delft),
Negeri Belanda, sebagai mahasiswa tugas belajar dari Angkatan Perang RI. Dari
sekolah ini ia memperoleh dua gelar kesarjanaan, yaitu Insinyur pada tahun 1956
dan Doktor pada 1958. Gelar Scheikunde Ingenieur (insinyur teknik kimia) dari
TH Delft diperolehnya pada tanggal 28 April 1956. Gelar Doctor in de Technische
Wetenschap (Doktor Ilmu Teknik) dari TH Delft diperolehnya pada tanggal 23
April 1958 setelah mempertahankan disertasi yang berjudul "Aspects on gas
chromatography and selective hydrotreating".
Mula-mula
Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro bertugas sebagai dosen di Departemen Kimia dan
Departemen Teknik Kimia di mana ia termasuk generasi pertama staf pengajar
putera Indonesia di jurusan-jurusan tersebut. Soemantri Brodjonegoro termasuk
dalam panitia persiapan pendirian "Institut Teknologi" di Kota
Bandung dan diangkat sebagai panitera Presidium ITB untuk menjalankan
tugas-tugas administrasi penyelenggaraan ITB sejak ITB diresmikan tanggal 2
Maret 1959 hingga tanggal 1 November 1959 ketika Prof. Ir. R. O. Kosasih
diangkat sebagai Rektor ITB yang definitif.
Presidium
tersebut dipimpin Prof. Ir. R. Soemono yang beranggotakan Prof. Ir. Goenarso;
Prof. dr. R. M. Djoehana Wiradikarta; Prof. Ir. Soetedjo; Panitera: Prof. Dr.
Ir. R. M. Soemantri Brodjonegoro.Tahun 1959–1960, ia menjabat sebagai Sekretaris
Departemen Kimia ITB dengan Ketua Departemennya waktu itu adalah Prof. dr. R.
M. Djoehana Wiradikarta.Tahun 1959–1964, ia menjabat sebagai Ketua Departemen
Teknik Kimia ITB. Selain itu pada tahun 1958-1964 dia menjabat pembantu dekan,
kemudian Pembantu Rektor[note 3] bidang Akademis ITB. Selanjutnya pada tahun
1964 di usianya yang ke-38 diangkat sebagai Rektor ke-6 Universitas Indonesia,
yang merupakan rektor termuda UI sepanjang sejarahnya hingga saat ini.
Soemantri menjabat Rektor UI dalam dua kali masa jabatan, yaitu tahun 1964-1968
dan tahun 1968-1973. Dengan masa jabatan hampir sembilan tahun, tidaklah salah
jika ia disebut sebagai Rektor UI dengan masa jabatan terlama hingga saat ini.
Ayah
tiga putra ini yang beristerikan dokter Nani Soeminarsari, pernah bertugas di
Lembaga Atom, Riset Nasional dan sebagainya - sampai tahun 1964 ketika dia
diangkat jadi penasehat dari Lembaga Minyak dan Gas Bumi. Ketiga putranya
adalah Prof. Dr. Ir. Satryo Soemantri Brodjonegoro - dosen Teknik Mesin ITB,
pernah menjabat Dirjen Dikti; Ir. Irsan Soemantri Brodjonegoro, Ph.D - dosen
Teknik Kelautan ITB; dan yang paling bungsu Prof. Bambang Permadi Soemantri
Brodjonegoro, SE, MUP, Ph.D. dosen dan Dekan Fakultas Ekonomi UI, terakhir
Menteri Keuangan Republik Indonesia pada Kabinet Kerja.
Pengabdiannya
dalam lembaga eksekutif diawali sebagai Menteri Pertambangan dalam Kabinet
Ampera tahun 1967, kemudian Menteri Pertambangan dalam Kabinet Pembangunan I
dan Kabinet Pembangunan II dan akhirnya sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Karangan-karangannya dimuat di pelbagai majalah luar negeri, dan
kertas kerjanya selalu ada pada setiap seminar lembaga pengetahuan di
Indonesia.
Pada
tanggal 18 Desember 1973 jam 00.15 dinihari di Ruang Perawatan Intensif (ICU)
RS Ciptomangunkusumo Jakarta, mantan dosen, Pembantu Rektor dan Presidium ITB,
mantan Rektor UI, dan Menteri P & K ini meninggal dunia dan dikuburkan di
Kalibata dengan inspektur upacara Wakil Presiden Hamengkubuwono. Namanya
diabadikan sebagai Gunung di Pegunungan Sudirman, provinsi Papua yakni Puncak
Sumantri Brojonegoro dan stadion olahraga remaja di kawasan Kuningan, Jakarta
Selatan, yakni Stadion Soemantri Brodjonegoro dan jalan di Kampus UI Depok.
4.
DELIAR
NOER
Deliar Noer (1926-2008) adalah
serang ilmuwan politik, pemikir, peneliti dan penulis buku yang sangat
produktif terutama mengenai Islam dan politik. Beberapa hasil karyanya yang
terkenal antara lain; Mohammad Hatta :
Biografi Politik dan The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942 yang
merupakan disertasinya di Cornell University dan telah menjadi klasik.
Menjelang usianya yang ke-70 ia menulis buku otobiografinya berjudul Aku Bagian
Umat, Aku Bagian Bangsa setebal lebih dari 1000 halaman.
Pria Minang ini dilahirkan di
Medan pada 9 Februari 1926. Setelah lulus dari sekolah menengah ia melanjutkan
ke Universitas Nasional. Ketika menjadi mahasiswa ia aktif di HMI bahkan pernah
menjabat sebagai Ketua Umum. Setelah menyelesaikan sarjana muda ia melanjutkan
ke Cornell University di Amerika. Disana ia menyelesaikan studinya dan menjadi
orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor dalam Ilmu Politik.
Deliar Noer merupakan seorang
ilmuwan yang konsisten dan jujur dalam mengemukakan pandangannya secara ilmiah.
Akibatnya ia pernah dilarang mengajar di Universitas Sumatra Utara karena
dituduh sebagai antek Amerika dan dekat dengan Bung Hatta yang waktu itu sudah
berhenti sebagai wakil presiden dan dianggap berseberangan dengan Presiden
Soekarno. Kira-kira sepuluh tahun kemudian, setelah menjabat sebagai rektor
IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) selama lebih dari 7 tahun
iapun dipecat ketika hendak membacakan pidato pengukuhannya sebagai guru besar
pada Juni 1974. Barangkali karena naskah pidatonya, yang berjudul “Partisipasi
dalam Pembangunan” dinilai oleh pemerintah terlalu keras.
Ketika dilarang mengajar di
seluruh Indonesia, Deliar menerima tawaran untuk menjadi peneliti di ANU
(Australian National University), Canberra. Pada tahun berikutnya ia menjadi
tenaga pengajar tamu di Griffith University di Brisbane dan setelah setahun
menjadi pengajar tetap disana. Kemudian bersama ilmuwan muslim di Jakarta ia
membentuk LIPPM (Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat)
bekerja sama dengan Griffith University.
Cendikiawan muslim ini bukan
hanya seorang ilmuwan. Pada awal masa Orde Baru dia pernah menjadi staf
penasihat Presiden Suharto. Namun karena berbeda paham dengan staf lain ia
akhirnya mengundurkan diri. Bersama Moh. Hatta ia pernah berusaha mendirikan
Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII), tetapi tidak mendapat persetujuan dari
pemerintah Orde Baru. Setelah berakhirnya Orde Baru ia mendirikan Partai Umat
Islam (PUI) tetapi pada Pemilu 1999 partainya tidak mendapat dukungan yang
cukup. Deliar Noer meninggal dunia pada 18 juni 2008 dalam usia 82 tahun di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Menurut Deliar Noer politik
adalah aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang dimaksud
untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan bentuk susunan
masyarakat.
5.
ARISTOTELES
Aristoteles lahir di Stagira,
kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah
Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari
Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia
meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun.[butuh
rujukan] Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan
menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa pada tahun
336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia
kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang
dipimpinnya sampai tahun 323 SM.
Perubahan politik seiring
jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna
menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates. Aristoteles meninggal
tak lama setelah pengungsian tersebut. Aristoteles sangat menekankan empirisme
untuk menekankan pengetahuan.
Pemikiran
Filsafat
Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar
di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut,
kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum
mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap
sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang
Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di
bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan
spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan
kecenderungannya akan analisis kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan
keseimbangan pada alam.
Berlawanan
dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda,
Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada
(eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak di mana dikatakan semua benda
bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak
teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada
penggerak di mana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba
pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos,
yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika
Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang
bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran
tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia
menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive
thinking).
Hal
lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah
silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat
dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis). Setiap
manusia pasti akan mati (premis mayor). Sokrates adalah manusia (premis minor) maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati.
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa
bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Karena
luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap
berkontribusi dengan skala ensiklopedis, di mana kontribusinya melingkupi
bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi,
Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan
ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori
retorika dan puisi.
6.
KARL
MARX
Karl Marx adalah tokoh dunia
dalam bidang filsafat dan idiologi politik dari Jerman. Lahir di kota Trier
Jerman tahun 1818. Idiologi komunis
gagasannya di anut Lenin, yang menyebarkannya diberbagai penjuru dunia.
Pendidikan tinggi diperolehnya dari universitas Bohn untuk bidang hukum,
kemudian pindah ke Universitas Jena untuk ilmu filsafat sampai mendapat gelar
Doktor. Pandangan politik Karl mark terkenal radikal hingga ia banyak mendapat
tentangan, dan ancaman yang membuatnya berkelana ke Paris. Di Paris ia bertemu
Frederich Engels (seorang yang berpadangan politik serupa). Hubungan keduanya
sangat erat terutama dalam pandangan politik dan karya-karya tulis yang
dihasilkan.
Setelah beberapa waktu tinggal di
Paris, Mark kemudian pindah ke Brussel (Belgia) hingga tahun 1847 menerbitkan
karya besarnya berjudul Kemiskinan filsafat (The poverty of philosophy).
Setahun kemudian ia bersama Friederich Engels menerbitkan buku paling populer
Communist Manifesto. Mark kemudian hidup berpindah-pindah lagi akibat ajaran
dan idiologi kontroversialnya. Setelah di usir dari Brussel, kembali lagi ke
Prancis tepatnya di kota Cologne, kemudian menetap di London hingga meninggal.
Marx banyak menulis buku tentang ekonomi dan politik di London antara lain Das
Kapital, terbit di tahun 1867. Namun saat Marx meninggal tahun 1883, Jilid
kedua dari buku tersebut belum selsesai yang kemudian disusun dan diterbitkan
oleh Engels dengan berpedoman pada naskah dan draft yang ditinggalkan Marx.
Marx merumuskan dasar teoritis
idiologi Komunisme. Jika di ukur dari perkembangan idiologi komunisme yang
berkembang pada abad 20 hingga memunculkan Negara-negara adidaya berhaluan
komunis, tidak disangsikan bahwa pengaruh Marx sangat.
Marx juga merumuskan tentang
sosiologi dan politik. Karl Marx menempatkan landasan ekonomi sebagai dasar
untuk melihat realitas social masyarakat, gagasan sosiologi Marx tersebut
dikenal dengan istilah “Materialisme historis”. Dari sana kemudian kita dapat
melihat sebuah premis dasar mengenai sosiologi politik. Menurut Marx kehidupan individu
dan masyarakat kita didasarkan atas asas ekonomi. Antara lain ini berarti bahwa
institusi-institusi politik, pendidikan, agama, ilmu pengetahuan, seni,
keluarga dan sebagainya, bergantung pada tersedianya sumber-sumber ekonomi
untuk kelangsungan hidup.
Dasar
ekonomi ini dilihat Karl Marx sebagai “infrastruktur” yang mana “suprastruktur”
seperti sosial, budaya dan yang lainnya dibangun dan harus menyesuaikan diri
dengannya. Penekanan utama dalam perspektif Marx adalah pada kebutuhan materil
dan perjuangan kelas sebagai akibat dari usaha-usaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini. Marx melukiskan keterhubungan kondisi material
kehidupan manusia dan ide-ide yang turut serta dengannya lewat kalimat “ it is
not the consciousness of men, that determinist their being, but on the contrary
their social being that determines their consciousness.
Marx
menyatakan bahwa hakikat dari kehidupan manusia adalah pada pemenuhan kebutuhan
hidupnya, Menurut Marx dalam perjalanan sejarah umat manusia perkembangannya
sangat dipengaruhi oleh model produksi, yaitu proses dimana manusia
menghasilkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam suatu proses produksi manusia
memerlukan dan mengadakan hubungan antara satu dengan yang lain. Hubungan dalam
proses produksi tersebut disebut dengan hubungan produksi. Hubungan produksi
tersebut akan ditentukan oleh pemilik alat produksi.
Dalam
hal ini manusia diharuskan memproduksi barang-barang yang merupakan sasaran
kerja dan untuk mencapai itu dibutuhkan alat kerja, metode kerja dan tanaga
kerja suprastruktur ekonomi semacam ini yang kemudian dapat menciptakan tatanan
sosial dalam masyarakat. Untuk menjelaskan keadaan itu Marx menganalisis kerja
kaum buruh sebagai kaum pekerja yang bekerja untuk memproduksi barangbarang
material secara berkelompok. Kaum buruh menghasilkan kekayaan untuk kaum
pemilik modal yang sekaligus “memproduksi” kesengsaraan bagi dirinya sendiri
karena kerja mereka teralienasi (terasing).
Dalam pandangan ini, dapat dikatakan bahwa
ide-ide dan kesadaran manusia tidak lain daripada refleksi tentang
kondisi-kondisi materil. Puncaknya adalah ketika Marx menekankan untuk
meningkatkan suatu revolusi sosialis sehingga kaum proletariat dapat menikmati
sebagian besar kelimpahan materil yang dihasilkan oleh industrialisme
7.
HANS
KALSEN
Hans Kalsen (Jerman: [hans kɛlzən]
; 11 Oktober 1881 - April 19, 1973) adalah seorang Austria ahli hukum , filsuf
hukum dan filsafat politik . Karena munculnya Nazisme di Jerman dan Austria,
Kelsen meninggalkan universitas pos nya karena keturunan Yahudi, dan berangkat
ke Jenewa pada tahun 1933, dan kemudian ke Amerika Serikat pada tahun 1940.
Pada tahun 1934, Roscoe Pound dipuji Kelsen sebagai "tidak diragukan lagi
terkemuka ahli hukum dari waktu. "Sementara di Wina, Kelsen adalah rekan
muda Sigmund Freud dan menulis tentang masalah psikologi sosial dan sosiologi.
Dengan tahun 1940-an, reputasi
Kelsen sudah mapan di Amerika Serikat untuk pembelaannya demokrasi dan untuk
magnum opus Teori Murni nya Hukum (Reine Rechtslehre). Perawakan akademik
Kelsen melebihi teori hukum sendiri dan diperluas untuk filsafat politik dan
teori sosial juga. Pengaruhnya meliputi bidang filsafat, ilmu hukum, sosiologi,
teori demokrasi, dan hubungan internasional.
Di akhir karirnya sementara pada
University of California, Berkeley , Kelsen menulis ulang Teori Hukum Murni
menjadi versi kedua. Kelsen sepanjang karir aktif juga kontributor yang
signifikan untuk teori judicial review, teori hirarki dan dinamis dari hukum
positif, dan ilmu hukum. Dalam filsafat politik dia adalah seorang pembela
teori identitas negara-hukum dan advokat kontras eksplisit dari tema
sentralisasi dan desentralisasi dalam teori pemerintah. Kelsen juga advokat dari
posisi pemisahan konsep negara dan masyarakat dalam hubungannya dengan studi
ilmu hukum. Penerimaan dan kritik kerja dan kontribusi Kelsen telah meluas
dengan kedua pendukung anatic dan pencela. Kontribusi Kelsen untuk teori hukum
dari pengadilan Nuremberg didukung dan diperebutkan oleh berbagai penulis
termasuk Dinstein di Universitas Ibrani di Yerusalem. Menurut Hans Kelsen bahwa
politik mempunyai dua arti, yaitu :
1.
Politik
sebagai etik, yakni berkenan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap
hidup secara sempurna
2.
Politik
sebagai teknik, yakni berkenan dengan cara (teknik) manusia atau individu untuk
mencapai tujuan
DAFTAR
PUSTAKA
http://lutvisucimardianti.blogspot.co.id/2013/04/biografi-tokoh-sosiologi.html?m=1 pada 28 April 2013
http://www.biografitokoh.webcam/2015/04/biografi-profil-dan-tokoh-sosiologi.html?m=1 pada 28 April 2015
Komentar
Posting Komentar