Biografi Tokoh Sosiologi & Politik


TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI

1.       AUGUSTE COMTE (1798 - 1857)
August Comte atau juga Auguste Comte (Nama lengkap : Isidore Marie Auguste François Xavier Comte, lahir di Montpellier, Prancis, 17 Januari 1798 - meninggal di Paris, Prancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun dan dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise.) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai "bapak sosiologi". Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial. Istilah “sosiologi” pertama kali digunakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte. Sebelumnya Comte menggunakan istilah “fisika sosial” yang sudah digunakan oleh Adolphe Quetelet, ahli matematika dari Belgia, untuk menunjuk studi statistika tentang gejala moral (1836), sehingga Comte nengubahnya menjadi “sosiologi” untuk menandakan ilmu pengetahuan masyarakat yang baru.
Menurut Comte sosiologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat positif yang mempelajari gejala-gejala dalam masyarakat yang didasarkan pada pemikiran yang bersifat rasional dan ilmiah.
Riwayat Hidup Auguste Comte
Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Politeknik École saat itu terkenal dengan kesetiaannya kepada idealis republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun 1818, politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier.
Comte akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon (Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon) yang mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya yang kemudian membawa Comte masuk ke dalam lingkungan intelek.
Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidup dalam kemiskinan karena ia tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat diantara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis.
Sejak tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Setelah Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama setelahnya, Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari "agama kemanusiaan" (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique positive (1851 - 1854).
Comte hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang tersusun secara berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya Keteraturan Sosial. Pada tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta gagasannya.
2.       HERBERT SPENCER (1820 - 1903)
Herbert Spencer (27 April 1820 – 8 Desember 1903) adalah seorang filsuf Inggris dan seorang pemikir teori liberal klasik terkemuka. Meskipun kebanyakan karya yang ditulisnya berisi tentang teori politik dan menekankan pada "keuntungan akan kemurahan hati", dia lebih dikenal sebagai “bapak Darwinisme sosial”. Spencer seringkali menganalisis masyarakat sebagai sistem evolusi, ia juga menjelaskan definisi tentang "hukum rimba" dalam ilmu sosial. Dia berkontribusi terhadap berbagai macam subyek, termasuk etnis, metafisika, agama, politik, retorik, biologi dan psikologi. Spencer saat ini dikritik sebagai contoh sempurna untuk scientism atau paham ilmiah, sementara banyak orang yang kagum padanya di saat ia masih hidup.
Menurutnya, objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan industri. Termasuk pula asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, pelapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Pada tahun 1879 ia mengetengahkan sebuah teori tentang Evolusi Sosial yang hingga kini masih dianut walaupun di sana sini ada perubahan. Ia juga menerapkan secara analog (kesamaan fungsi) dengan teori evolusi karya Charles Darwin (yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera) terhadap masyarakat manusia. Ia yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri. Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
Menurut Spencer, masyarakat adalah organisme dalam artian positivistis dan deterministis, tidak dalam artian metaforis. Sebagai suatu organisme, mesyarakat berdiri sendiri dan berevolusi sendiri lepas dari kemauan dan tanggung jawab anggotanya, dan dibawah kuasa suatu hukum. Fungsi penyelaras dan pemersatu yang di dalam badan dilaksanakan oleh urat, di dalam badan sosial dilaksanakan oleh sistem pemerintahan.
Berdasarkan ciri-cirinya, Spencer mengelompokan masyarakat ke dalam dua tipe umum, yaitu masyarakat militeristis dan masyarakat indusri. Kedua tipe ini bersifat ideal. Dikatakan demikian karena didalam kenyataan tidak ada masyarakat yang melulu militeristis dan melulu industri. Spencer beranggapan, bahwa kegiatan pokok suatu masyarakat mempengaruhi bahkan menentukan corak semua pranatanya. Evolusi dari keadaan militristis ke arah industri terjadi di seluruh dunia.
Dalam masyarakat militeristis orang bersikap agresif. Mereka lebih suka merampas atau menjarah saja daripada bekerja kerasuntuk memenuhi kebutuhan mereka. Tipe masyarakat seperti ini dipimpin oleh orang yang kuat dan mahir berperang. Dengan tangan besi dan senjata, serta melalui takhayul, ia mempertahankan kekuasaannya. Kekuatan fisik dipandang sebagai nilai budaya yang tinggi, sehingga kaum wanita memiliki status yang rendah. Mereka dipaksa bekerja keras. Penguasa menggenggam kekuasaan yang absolut menimbulkan dan menebarkan ketakutan ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga mudah untuk dikendalikan. Ketakutan akan roh-roh membuat mereka menyembah pada leluhur. Kultus leluhur ini berevolusi menjadi politheisme, kemudian monotheisme. Jadi, dalam masyarakat militeristis, ketakutan pada orang mati mendasari kekuasaan politik. Kerjasama antar-anggota masyarakat terjadi karena paksaan dan ketakutan.
Masyarakat industri adalah masyarakat dimana kerja produktif dengan cara damai diutamakan daripada ekspedisi-ekspedisi perang. Kata “industri” yang digunakan Spencer tidak mengacu pada “teknologi” atau “rasionalisasi proses kerja”, melainkan dalam arti kerja sama spontan, bebas demi tujuan damai. Ciri-ciri masyarakat industri adalah demokrasi, adanya kontrak kerja yang menggantikan sistem perbudakan, kebebasan dalam memilih agama, dan adanya otonomi individu. Menurut Spencer, evolusi masyarakat industri berkaitan dengan perubahan sedikit demi sedikit sel-sel kelamin manusia. Ini disebut genetic determination (determinasi genetik). Tepatnya, faktor biologis yang menentukan, bukan faktor kemauan yang membudayakan manusia. Dengan denikian Spencer menolak apa yang disebut cultural determination (determinasi budaya).
Biografi Herbert Spencer
Spencer lahir di Derby, Inggris, 27 April 1820. ia tak belajar seni Humaniora, tetapi di bidang teknik dan bidang utilitarian. Tahun 1837 ia mulai bekerja sebagai seorang insinyur sipil jalan kereta api, jabatan yang di pegangnya hingga tahun 1846. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri dan mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik. Tahun 1848 spenser ditunjuk sebagai redaktur the economis dan gagasan intelektualnya mulai mantap. Tahun 1850 ia menyelesaikan karya besar pertamanya, Social Statis. Selama menulis karya ini Spencer untuk pertama kalinya mengalami insomnia (tidak bisa tidur) dan dalam beberapa tahun berikutnya masalah mental dan fisiknya ini terus mengikat. Ia menderita gangguan syaraf sepanjang sisa hidupnya.
Tahun 1853 Spencer menerima harta warisan yang memungkinkan berhenti bekerja dan menjalani hidupnya sebagai seorang sarjana bebas. Ia tak pernah memperoleh gelar kesarjanaan Universitas atau memangku jabatan akademis. Karena ia makin menutup diri, dan penyakit fisik dan mental semakin parah, produktifitasnya sebagai seorang sarjana makin menurun. Akhirnya Spencer mencapai puncak kemasyuran tak hanya di inggris tetapi juga reputasi internasional. Salah satu watak Spencer yang paling menarik yang menjadi penyebab kerusakan intelektualnya adalah keengganannya membaca buku orang lain. Dalam hal ini ia sama dengan tokoh sosioligi awal Auguste Comte yang mengalami gangguan otak. Sebenarnya, jika ia membaca karya orang lain, itu di lakukan hanya sekedar untuk menemukan pembenaran pendapatnya sendiri. Ia mengabaikan gagasan orang lain yang tak mengakui gagasannya. Demikianlah, Charles Darwin, pakar sezamannya. Berkata tentang Spencer “jika ia mau melatih dirinya untuk mengamati lebih banyak, dengan resiko kehilangan sebagian kekuatan berpikirnya sekalipun, tentulah ia telah menjadi seseorang yang hebat” (Wiltshire, 1978;70). Pengabaiaan Spencer terhadap aturan ilmu pengetahuan menyebabkan ia membuat serentetan gagasan kasar dan pernyataan yang belum di buktikan kebenarannya mengenai evolusi kehidupan manusia. Karena itulah sosiologi abad 20 menolak gagasan Spencer dan menggantinya dengan riset ilmiah dan riset empiris yang tekun. Spencer meninggal 8 Desember 1903)
3.       ÉMILE DURKHEIM (1858 - 1917)
David Émile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L'Année Sociologique pada 1896.
Biografi Émile Durkheim
Durkheim dilahirkan di Épinal, Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya-banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.
Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke École Normale Supérieure pada 1879. Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19 dan banyak teman sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri Bergson kemudian menjadi tokoh besar dalam kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar dibawah Fustel de Coulanges, seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang sama, ia membaca karya-karya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem akademik Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua terakhir dalam angkatannya ketika ia menempuh ujian agrégation – syarat untuk posisi mengajar dalam pengajaran umum – dalam ilmu filsafat pada 1882.
Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam Perang Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.
Seseorang yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh pengangkatan akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama setahun di Jerman, ia pergi ke Bordeaux pada 1887, yang saat itu baru saja membuka pusat pendidikan guru yang pertama di Prancis. Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu sosial (suatu posisi baru di Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali, kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta sosial semata-mata membuat ia banyak dikritik.
Tahun 1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan “Pembagian Kerja dalam Masyarakat”, pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan Metode Sosiologis”, sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada 1896 ia menerbitkan jurnal L'Année Sociologique untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan dari kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi kasus yang memberikan contoh tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.
Pada 1902 Durkheim akhirnya mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas Prancis secara teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah, posisi ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar kuliah-kuliahnya wajib diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Keagamaan”.
Menurut Emile Durkheim sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta social, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada diluar individu dimana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan yang mengendalikan individu.
4.       MAX WEBER (1864 - 1920)
Maximilian Weber (lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 – meninggal di München, Jerman, 14 Juni 1920 pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.
Menurut Weber sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan social. Tindakan social adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain
Biography of Max Weber
Max Weber lahir di Erfurt, jerman, 21 April 1864, berasal dari keluarga kelas menengah. Perbedaan penting antara kedua orang tuanya berpengaruh besar terhadap orientasi intelektual dan perkembangan psikologi Weber. Ayahnya seorang birokrat yang kedudukan politiknya relatif penting, dan menjadi bagian dari kekuasaan politik yang mapan dan sebagai akibatnya menjauhkan diri dari setia aktivitas dan idealisme yang memerlukan pengorbanan diri atau yang dapat menimbuklkan ancaman terhadap kedudukan dalam sistem. Lagipula sang ayah adalah seorang yang menyukai kesenangan duniawi dan dalam hal ini, juga dalam berbagai hal lainnya, ia bertolak belakang dengan istrinya. Ibu Max Weber adalah seorang Calvinis yang taat, wanita yang berupaya menjalani kehidupan prihatin (ascetic) tanpa kesenangan seperti yang sangat menjadi dambaan suaminya. Perhatiannya kebanyakan tertuju pada aspek kehidupan akhirat. Ia terganggu oleh ketidak sempurnaan yang dianggap pertanda bahwa ia tidak di takdirkan akan mendapat keselamatan diakhirat. Perbedaan mendalam antara kedua pasangan ini menyebapkan ketegangan perkawinan mereka dan ketegangan ini berdampak bersar pada Weber. Karena tak mungkin menyamakan diri terhadap pembawaan orang tunanya yang bertolak belakang itu. Weber kecil lalu berhadapan dengan suatu pilihan jelas (Mariane Weber,1975;62) mula- mula ia memilih orientasi hidup ayahnya, tetapi kemudian tertarik makin mendekati orientasi hidup ibunya. Apapun pilihan, ketegangan yang dihasilkan kebutuhan memilih antara pola yang berlawanan ini berpengaruh negatif terhadap kejiwaan Weber. Ketika berumur 18 tahun Weber minggat dari rumah, belajar di Universitas Heildelberg, Weber telah menunjukkan kematangan intelektual, tetapi ketika masuk Universitas ia masih tergolong terbelakang dan pemelu dalam bergaul.
Semangat kerja tinggi ini mengantarkan Weber menjadi Profesor ekonomi di universitas Heildelberg pada 1896. Pada 1897, ketika karir akademis Weber berkembang, ayahnya meninggal setelah terjadi pertengkarang sengit antar mereka. Tak lama kemudian Weber menunjukkan gejala yang berpuncak pada gangguan saraf. Tahun 1904 dan 1905 ia menerbitkan salah satu terbaiknya, “the protestat Ethic and The Spirit of Capitalsm”. Dalam karya ini Weber banyak menghabiskan waktu untuk belajar agama meski secara pribadi ia tak religius.
Menjelang kematiannya (14 juni 1920)ia menulis karya yang sangat penting, “economy and Society”. Meski buku ini di terbitkan, dan telah di terjemahkan dalam beberapa bahasa, namun buku ini belum selesai. Selain menulis berjilid–jilid buku dalam periode ini, Weber pun melakukan kegiatan lain, ia membantu mendirikan German Sociological Sosiety di tahun 1910. Rumahnya dijadikan pusat pertemuan pakar berbagai cabang ilmu termasuk sosiologi seperti George Simmel, Robert Michelis, dan saudara kandungnya, Alfred, maupun filsuf dan kritikus sastra George Lukacs (Scaff, 1989;186-222). Weber pun aktif dalam aktifitas politik dan menulis tentang masalah politik di masa itu. Ada ketegangan dalam kehidupan Weber dan, yang lebih penting, dalam karyanya, dalam pemikiran birokratis seperti yang tercermin oleh ayahnya dan rasa keagamaan ibunya. Ketegangan yang tak terselesaikan ini meresapi karya Weber mauun kehidupan pribadinya.
Ia menyelesaikan pendidikannya dibidang hukum, ekonomi, sejarah, filsafat dan teologi. Ia termasuk yang ikut menyebarkan ilmu sosiologi yang dianggap masih muda diwaktu itu. Max Weber, walaupun menguasai bidang politik namun ia tidak terlibat dalam aksi politik. Ia mengarang buku Le Savant et le politique (ilmuan dan politik). Weber menyatakan bahwa rasionalisasi kehidupan sosial menjadi ciri yang paling signifikan pada masyarakat modern
5.        PROF. Dr. SELO SOEMARDJAN
Bergelar komplit Kanjeng Pangeran Haryo Prof. Dr. Selo Soemardjan, terlahir di Yogyakarta, 23 Mei 1915 & wafat di Jakarta terhadap 11 Juni 2003 kepada usia 88 thn ini dikenal juga sebagai Bpk sosiologi Indonesia. Tidak Sedikit sekali buku acuan sosiologi & anthropologi Indonesia bersumber atau berpegangan kepada buku-buku ia. Nama Selo Soemardjan demikian kenthal dalam ingatan beberapa orang yg sempat menuntut ilmu ilmu sosial & kebudayaan di Indonesia.
Dirinya yaitu pendiri sekaligus Dekan mula-mula Fakultas Ilmu Wawasan Kemasyarakatan (sekarang FISIP-UI). Dirinya dikenal teramat patuh aturan & senantiasa berikan teladan konkret. Dirinya orang yg tak menyukai memerintah, namun berikan teladan. Hidupnya lurus, bersih, & sederhana. Dia tokoh yg memerintah bersama teladan, layaknya disampaikan pembisnis berhasil Soedarpo Sastrosatomo. Menurut Soedarpo, integritas itu serta yg menciptakan mendiang Sultan Hamengku Buwono IX berpesan terhadap putranya, Sultan Hamengku Buwono X supaya senantiasa mendengarkan & meminta nasihat terhadap Selo jika berkaitan persoalan sosial kemasyarakatan. Dirinya orang yg tak sempat berakhir berpikir & bertindak.
Beliau dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro, ialah petinggi tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang kakek, Soemardjan- demikian nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda.
Nama Selo ia peroleh sesudah jadi camat di Kab Kulonprogo. Ini memang lah trick kusus Sultan Yogyakarta membedakan nama petinggi cocok daerahnya masing-masing. Kala menjabat camat inilah dia merasa memulai kariernya sbg sosiolog. "Saya yakni camat yg mengalami penjajahan Belanda, masuknya Jepang, dilanjutkan bersama era revolusi. Masalahnya tidak sedikit sekali," katanya sebuah dikala sama seperti ditulis Kompas. Pengalamannya sbg camat menciptakan Selo jadi peneliti yg bisa menyodorkan alternatif pemecahan beraneka ragam persoalan sosial dengan cara jitu. Ini pun yg membedakan Selo bersama peneliti lain.
Juga Sebagai ilmuwan, karya Selo yg telah dipublikasikan ialah Social Changes in Yogyakarta (1962) & Kegiatan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo berjudul Desentralisasi Pemerintahan. Terakhir dia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Kampus Gadjah Mada (UGM) kepada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam wujud piagam, lencana, & banyaknya duit.
Menurut selo sosioogi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur social dan proses-proses social termaksuk perubahan social.

6.       PROF. Dr. PAULUS WIRUTOMO

Prof Dr Paulus Wirutomo sosiolog & guru agung FISIP Kampus Indonesia. Cowok kelahiran Solo, 29 Mei 1949, ini menamatkan sarjana sosiologi dari Kampus Indonesia, 1976. Memperoleh S2 bagian Perencanaan Sosial dari University College of Swansea Wales, Inggris, 1978 & S3 bagian Sosiologi Pendidikan dari State University of New York at Albany, USA, 1986.
Ia menjabat Ketua Departemen Sosiologi FISIP UI, 2005-2009 & Ketua Acara Magister Manajemen Pembangunan Sosial Pascasarjana UI, 1997-sekarang. Jelasnya, pembangunan sosial waktu ini tetap disalahpahami. Bagi pemerintah, pembangunan sosial cuma dianggap yang merupakan bagian pembangunan saja. Meski faktor ini tak sepenuhnya salah, tapi pula tak sanggup dibenarkan.

Pasalnya, kata Paulus, pengertian pembangunan sosial yg benar itu lebih dari sekadar pembangunan bidang. Dalam pembangunan sosial, mesti termuat peningkatan hubungan & jalinan sosial dalam warga. Tidak Dengan berjalan mutu interaksi sosial dari langkah pembangunan sosial yg diambil, susah menyampaikan adanya pembangunan sosial. Tuturnya, bukan cuma pemerintah, tapi sebahagian agung kita tetap mendalami pembangunan sosial itu sekadar charity yg tak membuahkan duit. "Mengikuti logika pembangunan sosial yang merupakan bidang, sehingga pembangunan sosial ini membutuhkan masukan berupa penyediaan budget, butuh pembiayaan. & mengikuti pemahaman pembangunan sosial juga sebagai charity, sehingga pembangunan sosial itu dianggap juga sebagai suatu langkah yg tak membuahkan apa pula. Atau paling tak output-nya dinyatakan tak membuahkan duit," katanya.

Bahkan, menurut ahli sosiologi pendidikan itu, pendidikan, sama halnya bersama kesehatan & agama yg pula dianggap pembangunan sosial, terkadang dianggap sbg budget yg habis terpakai tidak dengan membuahkan duit. Padahal, ujarnya, pembangunan pendidikan itu dapat membuahkan peningkatan mutu sumber daya manusia. Sumber daya manusia yg meningkat inilah yg nantinya di harapkan bakal jadi pendorong terjadinya peningkatan mutu jalinan sosial.

Paulus amat risau bersama perjalanan bangsa yg mutu interaksi sosialnya kelihatannya cuma jalan di area. Menurut Paulus, tidak sedikit bibit kreatif sumber daya manusia yg sudah dimatikan oleh kebijakan nasional yg tak berpihak terhadap bisnis kreatif. Padahal, bisnis kreatif ini sanggup memberikan sumbangan yg teramat agung bagi kemajuan bangsa.

7.       ARIEF BUDIMAN
Tidak Sedikit yg tak tahu bahwa Arief Budiman merupakan kakak kandung dari Soe Hok Gie yg wafat dunia yang merupakan tokoh pergerakan mahasiswa.
Lahir di Jakarta, 3 Januari 1941, dilahirkan dgn nama Soe Hok Djin, yaitu satu orang aktivis demonstran Angkatan '66 dengan bersama adiknya, Soe Hok Gie. Terhadap dikala itu beliau tetap jadi mahasiswa Fakultas Psikologi Kampus Indonesia di Jakarta. Ayahnya seseorang jurnalis yg bernama Soe Lie Piet. Sejak periode mahasiswanya, Arief telah aktif dalam kancah politik Indonesia, dikarenakan dirinya ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan kepada th 1963 yg menentang kegiatan LEKRA yg dianggap memasung kreativitas kaum seniman.

Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap amat kritis kepada politik pemerintahan di bawah Soeharto yg memberangus oposisi & seterusnya diperparah bersama praktik-praktik korupsinya. Kepada pemilu 1973, Arief & kawan-kawannya mencetuskan apa yg dinamakan Golput atau Golongan Putih, yang merupakan tandingan Golkar yg dianggap membelokkan harapan awal Orde Baru buat membuat pemerintahan yg demokratis.

Belakangan Arief "mengasingkan diri" di Harvard & membawa gelar Ph.D. dalam ilmu sosiologi pula posting disertasi berkenaan kesuksesan pemerintahan sosialis Salvador Allende di Chili. Kembali dari Harvard, Arief mengajar di UKSW (Kampus Kristen Satya Wacana) di Salatiga. Kala UKSW dilanda kemelut yg berkepanjangan lantaran pemilihan rektor yg dianggap tak adil, Arief laksanakan berakhir mengajar, dipecat & hasilnya hengkang ke Australia juga menerima penawaran jadi profesor di Kampus Melbourne.

Terhadap bln Agustus 2006, dirinya menerima penghargaan Bakrie Award, program tahunan yg disponsori oleh keluarga Bakrie & Freedom Institute buat bagian penelitian sosial. Pasca kerusuhan Mei 1998, dgn istri Leila Ch. Budiman bermukim & mengajar di Kampus Melbourne, Australia.



TOKOH-TOKOH POLITIK

1.      RAMLAN SUBAKTI
Ramlan Subakti lahir di Tanjung Merawa, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, 20 Juli 1953; umur 62 tahun) adalah seorang akademisi sekaligus praktisi Pemilihan Umum (Pemilu) yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada priode 2004-2007. Pada Pemilu 1999, Ramlan pernah pula menjadi anggota Panwaslu Pusat, selanjutnya, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Ramlan dipercaya menjadi anggota KPU.

Menurut Ramlan Subakti politik adalah itenraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu

2.      PROF. Dr (H.C) MIRIAM BUDIARDJO, M.A
Prof. Dr (H.C) Miriam Budiardjo, M.A, lahir di Kediri tangal 20 Nopember 1923, meninggal di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, akibat menderita komplikasi pernapasan dan gagal ginjal. Sejak 1 November 2006, perempuan diplomat pertama yang pernah bertugas di New Delhi, India, dan Washington DC, Amerika Serikat (AS), itu sempat beberapa kali dirawat inap di RSCM dan RS Medistra. Beliau, dimakamkan Selasa 9 Januari 2007 pukul 10.00 di TPU Giritama, Desa Tonjong, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ibu Miriam,  meninggalkan seorang putri, Gitayana Prasodjo dan dua cucu. Suaminya, Ali Budiardjo (mantan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan), berpulang tahun 1999.
Semasa hidupnya, beliau banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Sebelum penugasan pada perwakilan RI di New Delhi, India (1948-1950), dalam rangka perjuangan kemerdekaan, beliau diperbantukan pada Sekretariat Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville. Kemudian beliau ditempatkan di Kedubes RI di Washington (1950-1953) sebagai Sekretaris II sambil meneruskan studi pada Graduate School, Georgetown University, dengan memperoleh MA dalam Ilmu Politik pada tahun 1955 dan mengikuti kuliah di Harvard University (1959-1961).
Beliau pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan I dan kemudian menjadi Dekan FISIP UI (1974-1979). Beliau juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua I Komnas HAM (1993-1998). Pada tahun 1999, beliau terpilih menjadi anggota Tim Sebelas (Tim Persiapan Komisi Pemilihan Umum) dan anggota Panwaslu. Hingga di usiannya yang ke 81, beliau masih memberi kuliah di beberapa perguruan tinggi antara lain Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia dan Jurusan Ilmu Ilmu Politik (FISIP-UI).
Beberapa karyanya yang pernah diterbitkan di antaranya adalah Dasar-dasar Ilmu Politik; Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia; Demokrasi di Indonesia; Menggapai Kedaulatan untuk Rakyat; Partisipasi dan Partai Politik; Masalah Kenegaraan; Simposium Kapitalisme; Sosialisme; dan Demokrasi; Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa; dan Teori-teori Politik Dewasa ini. Ibu Miriam pernah memperoleh tiga tanda jasa, yaitu Bintang Jasa Utama pada tahun 1975 untuk pengabdian kepada Republik Indonesia selama masa perjuangan kemerdekaan; Bintang Mahaputera Utama pada bulan Agustus 1998, dan Bintang Jasa Utama pada bulan Agustus 1999 atas pengabdiannya sebagai Anggota Tim Sebelas (Tim Persiapan Komisi Pemilihan Umum).
Menurut Miriam politik adalah bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan itu. Menurutnya politik membuat konsep-konsep pokok tentang Negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision marking), kebijaksanaan (policy of beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
3.      SOEMATRI BRODJONEGORO
Soematri Brodjonegoro lahir di Semarang pada tanggal 3 Juni 1926 adalah anak dari Prof. Drs. R. Soetedjo Brodjonegoro, seorang guru HIS di Semarang yang kemudian diangkat menjadi Kepala Sekolah HIS di Solo dan guru besar Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Pada 1933, di usia 7 tahun, memasuki SD, Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) di Semarang. Tahun 1945 berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat SMA Bagian B di Yogyakarta.

Sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya, melanjutkan pendidikannya ke Technische Hoogeschool (THS) Bandung.Tidak lama dapat mengikuti kuliah, karena Revolusi Fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang memanggil dirinya guna ikut serta berjuang. Dalam masa Perang Kemerdekaan itu, ia pernah menjadi Ajudan Kolonel A.H. Nasution yang ketika itu menjadi Panglima Komando Jawa. Setelah perang kemerdekaan berakhir ia mendapat kesempatan melanjutkan pelajaran di Technische Hoogeschool Delft (sekarang Universitas Teknik Delft), Negeri Belanda, sebagai mahasiswa tugas belajar dari Angkatan Perang RI. Dari sekolah ini ia memperoleh dua gelar kesarjanaan, yaitu Insinyur pada tahun 1956 dan Doktor pada 1958. Gelar Scheikunde Ingenieur (insinyur teknik kimia) dari TH Delft diperolehnya pada tanggal 28 April 1956. Gelar Doctor in de Technische Wetenschap (Doktor Ilmu Teknik) dari TH Delft diperolehnya pada tanggal 23 April 1958 setelah mempertahankan disertasi yang berjudul "Aspects on gas chromatography and selective hydrotreating".

Mula-mula Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro bertugas sebagai dosen di Departemen Kimia dan Departemen Teknik Kimia di mana ia termasuk generasi pertama staf pengajar putera Indonesia di jurusan-jurusan tersebut. Soemantri Brodjonegoro termasuk dalam panitia persiapan pendirian "Institut Teknologi" di Kota Bandung dan diangkat sebagai panitera Presidium ITB untuk menjalankan tugas-tugas administrasi penyelenggaraan ITB sejak ITB diresmikan tanggal 2 Maret 1959 hingga tanggal 1 November 1959 ketika Prof. Ir. R. O. Kosasih diangkat sebagai Rektor ITB yang definitif.

Presidium tersebut dipimpin Prof. Ir. R. Soemono yang beranggotakan Prof. Ir. Goenarso; Prof. dr. R. M. Djoehana Wiradikarta; Prof. Ir. Soetedjo; Panitera: Prof. Dr. Ir. R. M. Soemantri Brodjonegoro.Tahun 1959–1960, ia menjabat sebagai Sekretaris Departemen Kimia ITB dengan Ketua Departemennya waktu itu adalah Prof. dr. R. M. Djoehana Wiradikarta.Tahun 1959–1964, ia menjabat sebagai Ketua Departemen Teknik Kimia ITB. Selain itu pada tahun 1958-1964 dia menjabat pembantu dekan, kemudian Pembantu Rektor[note 3] bidang Akademis ITB. Selanjutnya pada tahun 1964 di usianya yang ke-38 diangkat sebagai Rektor ke-6 Universitas Indonesia, yang merupakan rektor termuda UI sepanjang sejarahnya hingga saat ini. Soemantri menjabat Rektor UI dalam dua kali masa jabatan, yaitu tahun 1964-1968 dan tahun 1968-1973. Dengan masa jabatan hampir sembilan tahun, tidaklah salah jika ia disebut sebagai Rektor UI dengan masa jabatan terlama hingga saat ini.

Ayah tiga putra ini yang beristerikan dokter Nani Soeminarsari, pernah bertugas di Lembaga Atom, Riset Nasional dan sebagainya - sampai tahun 1964 ketika dia diangkat jadi penasehat dari Lembaga Minyak dan Gas Bumi. Ketiga putranya adalah Prof. Dr. Ir. Satryo Soemantri Brodjonegoro - dosen Teknik Mesin ITB, pernah menjabat Dirjen Dikti; Ir. Irsan Soemantri Brodjonegoro, Ph.D - dosen Teknik Kelautan ITB; dan yang paling bungsu Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, SE, MUP, Ph.D. dosen dan Dekan Fakultas Ekonomi UI, terakhir Menteri Keuangan Republik Indonesia pada Kabinet Kerja.

Pengabdiannya dalam lembaga eksekutif diawali sebagai Menteri Pertambangan dalam Kabinet Ampera tahun 1967, kemudian Menteri Pertambangan dalam Kabinet Pembangunan I dan Kabinet Pembangunan II dan akhirnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Karangan-karangannya dimuat di pelbagai majalah luar negeri, dan kertas kerjanya selalu ada pada setiap seminar lembaga pengetahuan di Indonesia.

Pada tanggal 18 Desember 1973 jam 00.15 dinihari di Ruang Perawatan Intensif (ICU) RS Ciptomangunkusumo Jakarta, mantan dosen, Pembantu Rektor dan Presidium ITB, mantan Rektor UI, dan Menteri P & K ini meninggal dunia dan dikuburkan di Kalibata dengan inspektur upacara Wakil Presiden Hamengkubuwono. Namanya diabadikan sebagai Gunung di Pegunungan Sudirman, provinsi Papua yakni Puncak Sumantri Brojonegoro dan stadion olahraga remaja di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, yakni Stadion Soemantri Brodjonegoro dan jalan di Kampus UI Depok.

4.      DELIAR NOER
Deliar Noer (1926-2008) adalah serang ilmuwan politik, pemikir, peneliti dan penulis buku yang sangat produktif terutama mengenai Islam dan politik. Beberapa hasil karyanya yang terkenal antara lain;  Mohammad Hatta : Biografi Politik dan The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942 yang merupakan disertasinya di Cornell University dan telah menjadi klasik. Menjelang usianya yang ke-70 ia menulis buku otobiografinya berjudul Aku Bagian Umat, Aku Bagian Bangsa setebal lebih dari 1000 halaman.
Pria Minang ini dilahirkan di Medan pada 9 Februari 1926. Setelah lulus dari sekolah menengah ia melanjutkan ke Universitas Nasional. Ketika menjadi mahasiswa ia aktif di HMI bahkan pernah menjabat sebagai Ketua Umum. Setelah menyelesaikan sarjana muda ia melanjutkan ke Cornell University di Amerika. Disana ia menyelesaikan studinya dan menjadi orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor dalam Ilmu Politik.
Deliar Noer merupakan seorang ilmuwan yang konsisten dan jujur dalam mengemukakan pandangannya secara ilmiah. Akibatnya ia pernah dilarang mengajar di Universitas Sumatra Utara karena dituduh sebagai antek Amerika dan dekat dengan Bung Hatta yang waktu itu sudah berhenti sebagai wakil presiden dan dianggap berseberangan dengan Presiden Soekarno. Kira-kira sepuluh tahun kemudian, setelah menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) selama lebih dari 7 tahun iapun dipecat ketika hendak membacakan pidato pengukuhannya sebagai guru besar pada Juni 1974. Barangkali karena naskah pidatonya, yang berjudul “Partisipasi dalam Pembangunan” dinilai oleh pemerintah terlalu keras.
Ketika dilarang mengajar di seluruh Indonesia, Deliar menerima tawaran untuk menjadi peneliti di ANU (Australian National University), Canberra. Pada tahun berikutnya ia menjadi tenaga pengajar tamu di Griffith University di Brisbane dan setelah setahun menjadi pengajar tetap disana. Kemudian bersama ilmuwan muslim di Jakarta ia membentuk LIPPM (Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat) bekerja sama dengan Griffith University.
Cendikiawan muslim ini bukan hanya seorang ilmuwan. Pada awal masa Orde Baru dia pernah menjadi staf penasihat Presiden Suharto. Namun karena berbeda paham dengan staf lain ia akhirnya mengundurkan diri. Bersama Moh. Hatta ia pernah berusaha mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII), tetapi tidak mendapat persetujuan dari pemerintah Orde Baru. Setelah berakhirnya Orde Baru ia mendirikan Partai Umat Islam (PUI) tetapi pada Pemilu 1999 partainya tidak mendapat dukungan yang cukup. Deliar Noer meninggal dunia pada 18 juni 2008 dalam usia 82 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Menurut Deliar Noer politik adalah aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang dimaksud untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan bentuk susunan masyarakat.
5.      ARISTOTELES
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun.[butuh rujukan] Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa pada tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM.
Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates. Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.
Pemikiran
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisis kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak di mana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak di mana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).

Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis). Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor). Sokrates adalah manusia (premis minor) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati.
 Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, di mana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.

6.      KARL MARX
Karl Marx adalah tokoh dunia dalam bidang filsafat dan idiologi politik dari Jerman. Lahir di kota Trier Jerman tahun 1818. Idiologi komunis  gagasannya di anut Lenin, yang menyebarkannya diberbagai penjuru dunia. Pendidikan tinggi diperolehnya dari universitas Bohn untuk bidang hukum, kemudian pindah ke Universitas Jena untuk ilmu filsafat sampai mendapat gelar Doktor. Pandangan politik Karl mark terkenal radikal hingga ia banyak mendapat tentangan, dan ancaman yang membuatnya berkelana ke Paris. Di Paris ia bertemu Frederich Engels (seorang yang berpadangan politik serupa). Hubungan keduanya sangat erat terutama dalam pandangan politik dan karya-karya tulis yang dihasilkan.
Setelah beberapa waktu tinggal di Paris, Mark kemudian pindah ke Brussel (Belgia) hingga tahun 1847 menerbitkan karya besarnya berjudul Kemiskinan filsafat (The poverty of philosophy). Setahun kemudian ia bersama Friederich Engels menerbitkan buku paling populer Communist Manifesto. Mark kemudian hidup berpindah-pindah lagi akibat ajaran dan idiologi kontroversialnya. Setelah di usir dari Brussel, kembali lagi ke Prancis tepatnya di kota Cologne, kemudian menetap di London hingga meninggal. Marx banyak menulis buku tentang ekonomi dan politik di London antara lain Das Kapital, terbit di tahun 1867. Namun saat Marx meninggal tahun 1883, Jilid kedua dari buku tersebut belum selsesai yang kemudian disusun dan diterbitkan oleh Engels dengan berpedoman pada naskah dan draft yang ditinggalkan Marx.
Marx merumuskan dasar teoritis idiologi Komunisme. Jika di ukur dari perkembangan idiologi komunisme yang berkembang pada abad 20 hingga memunculkan Negara-negara adidaya berhaluan komunis, tidak disangsikan bahwa pengaruh Marx sangat.
Marx juga merumuskan tentang sosiologi dan politik. Karl Marx menempatkan landasan ekonomi sebagai dasar untuk melihat realitas social masyarakat, gagasan sosiologi Marx tersebut dikenal dengan istilah “Materialisme historis”. Dari sana kemudian kita dapat melihat sebuah premis dasar mengenai sosiologi politik. Menurut Marx kehidupan individu dan masyarakat kita didasarkan atas asas ekonomi. Antara lain ini berarti bahwa institusi-institusi politik, pendidikan, agama, ilmu pengetahuan, seni, keluarga dan sebagainya, bergantung pada tersedianya sumber-sumber ekonomi untuk kelangsungan hidup.
Dasar ekonomi ini dilihat Karl Marx sebagai “infrastruktur” yang mana “suprastruktur” seperti sosial, budaya dan yang lainnya dibangun dan harus menyesuaikan diri dengannya. Penekanan utama dalam perspektif Marx adalah pada kebutuhan materil dan perjuangan kelas sebagai akibat dari usaha-usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Marx melukiskan keterhubungan kondisi material kehidupan manusia dan ide-ide yang turut serta dengannya lewat kalimat “ it is not the consciousness of men, that determinist their being, but on the contrary their social being that determines their consciousness.
Marx menyatakan bahwa hakikat dari kehidupan manusia adalah pada pemenuhan kebutuhan hidupnya, Menurut Marx dalam perjalanan sejarah umat manusia perkembangannya sangat dipengaruhi oleh model produksi, yaitu proses dimana manusia menghasilkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam suatu proses produksi manusia memerlukan dan mengadakan hubungan antara satu dengan yang lain. Hubungan dalam proses produksi tersebut disebut dengan hubungan produksi. Hubungan produksi tersebut akan ditentukan oleh pemilik alat produksi.
Dalam hal ini manusia diharuskan memproduksi barang-barang yang merupakan sasaran kerja dan untuk mencapai itu dibutuhkan alat kerja, metode kerja dan tanaga kerja suprastruktur ekonomi semacam ini yang kemudian dapat menciptakan tatanan sosial dalam masyarakat. Untuk menjelaskan keadaan itu Marx menganalisis kerja kaum buruh sebagai kaum pekerja yang bekerja untuk memproduksi barangbarang material secara berkelompok. Kaum buruh menghasilkan kekayaan untuk kaum pemilik modal yang sekaligus “memproduksi” kesengsaraan bagi dirinya sendiri karena kerja mereka teralienasi (terasing).
 Dalam pandangan ini, dapat dikatakan bahwa ide-ide dan kesadaran manusia tidak lain daripada refleksi tentang kondisi-kondisi materil. Puncaknya adalah ketika Marx menekankan untuk meningkatkan suatu revolusi sosialis sehingga kaum proletariat dapat menikmati sebagian besar kelimpahan materil yang dihasilkan oleh industrialisme

7.      HANS KALSEN
Hans Kalsen (Jerman: [hans kɛlzən] ; 11 Oktober 1881 - April 19, 1973) adalah seorang Austria ahli hukum , filsuf hukum dan filsafat politik . Karena munculnya Nazisme di Jerman dan Austria, Kelsen meninggalkan universitas pos nya karena keturunan Yahudi, dan berangkat ke Jenewa pada tahun 1933, dan kemudian ke Amerika Serikat pada tahun 1940. Pada tahun 1934, Roscoe Pound dipuji Kelsen sebagai "tidak diragukan lagi terkemuka ahli hukum dari waktu. "Sementara di Wina, Kelsen adalah rekan muda Sigmund Freud dan menulis tentang masalah psikologi sosial dan sosiologi.
Dengan tahun 1940-an, reputasi Kelsen sudah mapan di Amerika Serikat untuk pembelaannya demokrasi dan untuk magnum opus Teori Murni nya Hukum (Reine Rechtslehre). Perawakan akademik Kelsen melebihi teori hukum sendiri dan diperluas untuk filsafat politik dan teori sosial juga. Pengaruhnya meliputi bidang filsafat, ilmu hukum, sosiologi, teori demokrasi, dan hubungan internasional.
Di akhir karirnya sementara pada University of California, Berkeley , Kelsen menulis ulang Teori Hukum Murni menjadi versi kedua. Kelsen sepanjang karir aktif juga kontributor yang signifikan untuk teori judicial review, teori hirarki dan dinamis dari hukum positif, dan ilmu hukum. Dalam filsafat politik dia adalah seorang pembela teori identitas negara-hukum dan advokat kontras eksplisit dari tema sentralisasi dan desentralisasi dalam teori pemerintah. Kelsen juga advokat dari posisi pemisahan konsep negara dan masyarakat dalam hubungannya dengan studi ilmu hukum. Penerimaan dan kritik kerja dan kontribusi Kelsen telah meluas dengan kedua pendukung anatic dan pencela. Kontribusi Kelsen untuk teori hukum dari pengadilan Nuremberg didukung dan diperebutkan oleh berbagai penulis termasuk Dinstein di Universitas Ibrani di Yerusalem. Menurut Hans Kelsen bahwa politik mempunyai dua arti, yaitu :
1.      Politik sebagai etik, yakni berkenan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap hidup secara sempurna
2.      Politik sebagai teknik, yakni berkenan dengan cara (teknik) manusia atau individu untuk mencapai tujuan



DAFTAR PUSTAKA



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hirarki Pemerintahan Indonesia

TUGAS 4

TULISAN2_MSDM_TIPS & TRICK WAWANCARA